PEMBAHASAN SINGKAT "PERTANGGUNG JAWABAN PIHAK CAFE TERHADAP KETIDAKSESUAIAN IKLAN GAMBAR MAKANAN DAN MAKANAN YANG TELAH BASI DISAJIKAN"

Oleh: Lisa Aprilia Gusreyna
(Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mulawarman)





Menurut Pasal 1457 KUHPDT yang mengatur tentang definisi jual beli yang penjelasannya tentang jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak lain untuk membayar harga yang dijanjikan.

  • APAKAH MEMESAN MAKANAN DI CAFE TERMASUK SUATU JUAL BELI?

Memesan makanan di cafe menurut saya tentu merupakan suatu jual beli yang terjadi. Karena apabila si A memesan makanan seperti “Soto Banjar” kepada pelayan cafe tersebut maka pelayan cafe tentu akan memberitahukan harga baik secara lisan maupun tertulis seperti dengan buku menu dan membuat orderannya. Karena Pasal 1458 KUHpdt menyebutkan: “Jual Beli dianggap terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar”.

  • BAGAIMANA UPAYA HUKUM JIKA MEMESAN MAKANAN SESUAI GAMBAR BUKU MENU NAMUN MAKANAN DATANG TIDAK SESUAI DENGAN BUKU MENU?

Jika makanan yang dipesan tidak sesuai dengan gambar iklan makanan yang dipesan pada buku menu tersebut, maka konsumen dalam hal ini bisa meminta klarifikasi maupun pertanggung jawaban dari pihak penjual (cafe) untuk mengganti sesuai dengan yang ada pada buku menu. Misalnya, konsumen memesan ayam penyet yang ada 2 potong daging di buku menu, tapi ternyata pihak cafe hanya menyajikan ayam penyet dengan 1 potong daging otomatis dalam hal ini sudah tidak sesuai dengan iklan gambar makanan tersebut, sehingga konsumen berhak meminta pertanggung jawaban pihak cafe untuk menyajikan ayam penyet dengan 2 potong daging tersebut. Apabila ditolak oleh pihak cafe, maka ada dasar hukum bagi konsumen untuk berargumen secara hukum dimana pada Pasal 8 angka (1) huruf b yang menyebutkan : “Bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut” dan Pasal 8 angka (1) huruf (f) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyebutkan: “Bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etikel, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut”. Sehingga menurut saya dengan adanya ketidaksesuaian makanan yang disajikan dengan iklan yang ada pada buku menu maka ada suatu kewajiban bagi pihak cafe dalam hal ini untuk mengganti pesanan konsumen tersebut sesuai dengan buku menu tersebut.


  • BAGAIMANA UPAYA HUKUM KONSUMEN TERHADAP MAKANAN YANG DIPESAN TERNYATA TELAH BASI PADA SAAT DIHIDANGKAN?

Sebenarnya ketika makanan yang dipesan disajikan dalam keadaan basi telah ada aturan hukum secara perdata yaitu pada Pasal 1504 KUHpdt yang menyebutkan: “Si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi pada barang yang dijual yang membuat barang itu tidak sanggup untuk pemakaian yang dimaksud, atau yang demikian mengurangi pemakaian itu sehingga, seandainya si pembeli mengetahui cacat itu, ia sama sekali tidak akan membeli barangnya, atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang”. Namun, karena kasus ini telah adanya UU yang mengatur secara khusus maka sesuai asas lex specialis derogate lex generalis maka ada beberapa dasar hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen seperti mengacu pada:

1. Pasal 8 angka (1) huruf a UU Perlindungan Konsumen yang menyebutkan: “Bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

2. Pasal 8 angka (2) UU Perlindungan Konsumen yang menyebutkan: “Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.”

Serta pihak cafe telah melanggar Pasal 8 angka (1) huruf a jo Pasal 8 angka (2) UU Perlindungan Konsumen maka pihak cafe wajib bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh konsumen seperti yang dimaksud pada Pasal 19 angka (1) UUPK yang menyebutkan : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”. Dan apabila konsumen menjadi sakit maka pihak cafe dapat mengganti kerugian konsumen dengan memberikan perawatan kesehatan di rumah dan/atau pemberian santunan seperti yang diatur pada Pasal 19 angka (2) UUPK ataupun konsumen dapat diberikan pengembalian uang dari pihak cafe akibat kesalahan dalam menyajikan makanan basi. Namun, semua itu saya kira kembali lagi kepada kesepakatan para pihak antara pihak cafe dan konsumen dalam menentukan ganti rugi yang wajar diberikan dan diterima.


  • APAKAH ADA KETENTUAN PIDANA BILA PIHAK CAFE TIDAK MAU BERTANGGUNG JAWAB ATAS KELALAIAN DAN KESALAHAN MEREKA?

Kelalaian pihak cafe yang tidak menyajikan makanan sesuai dengan gambaran iklan menu makanan telah melanggar Pasal 8 angka (1) huruf (b) dan (f) tentu ada kategori pidananya apabila ditinjau dari UU Perlindungan Konsumen dimana pada Pasal 62 menyebutkan : “Pelaku usaha yang melanggar ketentua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)”. Dan kelalaian pihak cafe yang mengakibatkan kerugian konsumen akibat makanan basi karena melanggar Pasal 8 angka (1) huruf a dan Pasal 8 angka (2) maka ketentuan pidana dalam Pasal 62 UU Perlindungan Konsumen dapat diberlakukan. Namun, tuntutan pidana tidak akan memberikan ganti rugi terhadap konsumen melainkan memberikan hukuman penjara dan denda kepada pihak cafe. Pemberian ganti rugi dapat dilakukan oleh konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 45 angka (1) UUPK. Dan sebagai informasi tentang Gugatan Konsumen baik di BPSK maupun Pengadilan Negeri dimana gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 46 angka (1) UU Perlindungan Konsumen yang menyebutkan: “Gugatan atas pelanggaran usaha dapat dilakukan oleh :
a. Seseorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan
b. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama
c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya

No comments:

Post a Comment